Nelly kartina sosilawati

NELLY KARTINA SOSILAWATI SD NEGERI 26 TANJUNGPANDAN. BELITONG Jangan hanya menulis di waktu luang, tapi selalu meluangkan watu untuk menulis Salam literasi...

Selengkapnya
Navigasi Web
Membeli Waktu
Gambar ilustrasi diambil dari google

Membeli Waktu

#tantangan365Gurusiaa

#harike_139

Membeli Waktu

Setiap hari, Riri gadis kecil yang berusia 7 tahun selalu merasa kesepian. Hanya bonekanya yang selalu menjadi teman setianya. Ayah dan ibunya masing-masing sibuk bekerja. Mereka berangkat pagi-pagi sekali saat dirinya belum bangun. Dia hanya tahu saat ibu dan Ayahnya masuk ke kamar dan menciumnya. Dan mereka baru pulang saat hari sudah larut dan Riri sudah tertidur lagi. Begitulah setiap hari.

Hari libur atau hari Minggu adalah hari yang selalu di tunggu-tunggunya. Karena hanya pada hari libur Riri bisa berkumpul dan bercanda bersama ayah dan ibunya. Walau terkadang masih saja ayah dan ibunya sibuk di depan gawainya masing-masing .

“Ayah, kapan kita pergi jalan-jalan? Kan hari ini hari libur, mengapa ayah dan Ibu masih kerja?”

Riri mendekati Ayahnya.

“ Iya, Sayang. Nanti ya kalau urusah Ayah sudah selesai baru nanti kita pergi.”

Kata Ayahnya sambil tetap menatap ke layar gawai di depannya.

“tapi hari ini kan hari libur, mengapa Ayah masih kerja?”

Riri menarik tangan Ayahnya, secara tak sengaja tangannya menyenggol gelas teh yang ada di depan Ayahnya. Dan teh itupun tumpah mengenai kertas-kertas yang ada di meja. Melihat itu Ayahnya menghentakkan tangan Riri.

“Aduhh. Riri liat kerjaan Ayah rusak semua! Kamu gimana sih!”

Ayahnya merasa kesal dan segera membersihkan berkas-berkas yang basah, kemudian di bawanya gawai ke ruang kerjanya. Riri hanya terdiam. Dia menyesal telah membuat Ayahnya marah dan kesal.

Dia segera menemui ibunya di kamar. Kembali dilihatnya pemandangan yang sama. Ibunya sedang sibuk di depan layar gawainya. Diam-diam dia keluar lagi dan berjalan gontai mencari Mbak Tini, asisten rumah tangga di rumahnya. Dia memeluk Mbak Tini sambil menangis.

“Kenapa, Sayang? Kok udah cantik nangis? Ini kan hari Minggu. Katanya mau jalan-jalan?”

Mbak Tini mengusap air mata yang mengalir di pipi gadis mungil yang sudah cantik, yang tadi pagi sibuk minta diikatkan rambutnya. Katanya mau jalan-jalan sama Ayah dan Ibu.

Riri membenamkan tubuhnya dipelukan Mbak Tini. Dengan sabar Mbak Tini membujuknya. Dia merasa kasihan dengan gadis kecil yang ada dalam pelukannya. Gadis kecil yang haus kasih sayang. Kehidupan di ibu kota telah menyita waktu kedua orang tuanya. Merampas waktu si kecil. Hari Minggu yang di tunggu- tunggu kembali berlalu.

Sejak itu Riri menjadi gadis kecil yang pendiam. Dia melukis di dinding kamarnya. Lukisan seorang anak kecil bersama Ayah dan Ibunya. Dia berharap Ayah dan Ibunya melihatnya. Tapi apa yang di harapkannya tidak terjadi. Ayah dan Ibunya hanya tersenyum melihatnya saat pagi-pagi mereka masuk kamar anaknya seperti biasa saat mereka mau berangkat kerja. Mereka menganggap itu hanyalah kenakalan seorang anak kecil.

Sampai suatu hari Riri menelpon Ibunya dan mengatakan bahwa dia akan begadang untuk menunggu kedatangan Ayah dan Ibunya. Ibunya hanya tersenyum menanggapinya. Dia hanya menganggap itu sebuah lelucon.

Ketika sampai di rumah, hari sudah larut. Mereka menyangka Riri sudah tidur. Tapi saat mereka masuk dilihatnya Riri sedang duduk di ruang tengah. Mbak Tini terlihat tertidur pulas di sampingnya. Saat melihat kedua orang tuanya datang. Senyumnya terkembang. Di tangannya ada beberapa lembar uang sepuluh ribuan. Tapi Ayah dan Ibunya terlalu lelah untuk menanggapinya. Mereka hanya menyapanya dan mengajaknya untuk kembali ke kamar dan memintanya segera tidur.

Riri kembali menangis tanpa suara dan berlari menuju kamarnya, membenamkan tubuh mungilnya di kasur empuk yang bergambar Putri salju. Uang di tangannya tampak berserak.

Saat pagi, Mbak Tini membangunkan Riri untuk segera mandi dan berangkat ke sekolah. Dilihatnya kening Riri berkeringat. Mbak Tini merabanya. Mbak Tini terkejut ketika merasakan kening Riri begitu panas. Dibukanya selimut yang menutupi tubuh mungil di depannya. Dirabanya kaki Riri. Terasa begitu dingin.

Mbak Tini segera menelpon Rini, Ibunya Riri. Tapi ternyata tidak bisa di hubungi. Berulangkali di cobanya tapi tetap tidak bisa. Dicoba lagi menghubungi nomor Rino. Mbak Tini merasa sedikit lega, karena tersambung.

Tapi ternyata Rino sedang sibuk, sedang meeting bersama kliennya. Rino meminta Mbak Tini membawa Riri ke rumah sakit. Nanti mereka akan segera menyusul. Sopir sudah kembali ke rumah untuk menjemput dan mengantar mereka ke rumah sakit.

Badan Riri begitu panas, mulutnya terus memanggil Ayah dan Ibunya. Mbak Tini tak kuasa menahan tangisnya. Dia begitu khawatir melihat anak asuhannya yang terlihat begitu lemah.

Saat tiba di rumah sakit Riri langsung di tangani dokter. Mbak Tini menunggu di luar dengan cemas.

Rino dan Rini datang, wajah keduanya tampak cemas. Mereka menghampiri Mbak Tini yang tertunduk di kursi. Tak lama kemudian dokter keluar dari ruangan tempat Riri di periksa. Mbak Tini segera menghampirinya. Rini dan Rino menyusul.

“Orang tuanya Riri?”

“Iya, Dok.”

Mereka menjawab serempak. Dokter tersenyum.

“Silahkan masuk.”

Jawab dokter. Kemudian dia melangkah pergi.

Rino dan Rini segera menghampiri anaknya yang terbaring lemah. Perlahan Riri memanggil ibu dan ayahnya.

“Ibu, Ayah...maafkan Riri.” Katanya lemah.

“Maaf untuk apa, Sayang...” Rini mencium kening anaknya.

“Riri sudah mengganggu waktu Ayah dan Ibu. Boleh Riri bertanya?” matanya memelas menatap Ayah dan Ibunya.

“Iya, Sayang. Tentu saja boleh.” Mata Riri terlihat bersemangat.

“Berapa Gaji Ayah dan Ibu sehari?”

Ayah dan Ibunya saling pandang. Mereka heran dengan pertanyaan Riri.

“Kenapa, Sayang? Uang jajannya sudah habis?” Sambung ayahnya.

“Tidak, Yah. Hanya ingin tau saja.”

“Coba kamu hitung sendiri ya? Gaji Ayah sehari 500 rb. Ayah bekerja 10 jam sehari. Ayah bekerja 25 hari. Coba kamu hitung sendiri.” Kata Ayahnya sambil tersenyum.

Riri serius menghitungnya.

“berarti dalam sejam ayah di gaji 50 rb, ya?” Ayahnya tersenyum dan membelai rambutnya. Dia tidak menyangka Riri bisa menghitungnya.

“Ayah, boleh pinjam uangnya 50 rb?” Matanya begitu mengharap.

“Untuk apa? Kan kamu sedang sakit? Sudah istirahat dulu.” Ayahnya mulai merasa kesal.

“Tapi, Yah?”

“ya, sudah. Ini...ambil!” kata Ayahnya sambil memberikan selembar uang 50rb.

“Terima kasih, Ayah. Uangnya aku pinjam dulu. Nanti aku ganti. Sekarang ambillah uang ini. Aku beli waktu Ayah selama 1 jam. Agar kita bisa ngobrol.” Lanjut Riri sambil menyerahkan lembaran uang itu ke tangan Ayahnya.

Ayahnya hanya bisa terdiam. Seperti ada palu yang menghantam keras di kepalanya. Hingga tak sadar ia menangis. Istrinya yang juga mendengar perkataan anaknya langsung merangkul Riri. Mereka sadar selama ini mereka menghabiskan waktu hanya untuk kerja. Tak mereka sadari ada sepotong kecil hati yang begitu berharga yang selalu mengharap sedikit waktu untuknya. Untuk sekedar mendengarkan ceritanya.

“Sayang, maafkan kami....” mereka memeluk dan mencium pipi Riri yang masih tergolek lemah. Ia berusaha untuk tersenyum. Semangatnya yang lemah sekarang mulai bangkit lagi. Dia berbisik pada ibunya.

“Adek juga ingin membeli waktu Ibu. Selamanya, biar bisa menemani Adek di rumah. Tapi Adek tidak punya uang...” Matanya berkaca-kaca. Ibunya tercekat. Sesak rasa dalam dada.

Betapa kejamnya mereka selama ini. Menyia-nyiakan titipan dari Allah, yang tidak semua orang bisa mendapatkannya.

Didekapnya mutiara hatinya.

Belitung,010520

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Sangat menyentuh, smg tdk ada ank yg berkorban membeli waktu kedua org tuanya

01 Jun
Balas

Iya Bu...terima kasih kunjungannya

01 Jun

Sangat terharu, Buun! Kisah yang sangat inspiratif

02 Jun
Balas

Iya Bun...terima kasih kunjungannya

03 Jun

Ikut tersindir ini Bu

01 Jun
Balas

Maaf Bu...tpi ini adalah yang memang banyak terjadi di sekitar kita

02 Jun

Bagus bu kisahnya, nyata sudah banyak terjadi di kehidupan nyata...

01 Jun
Balas

Iya Bu...

01 Jun

Ya Rabbii...Smoga para orang tua tdk melakukan kesalahan yg sama lagi..

01 Jun
Balas

Iya Bunda

01 Jun

jangan sampai kite2 mcm gt,jd budak waktu hingge abis dk ade untuk ank

01 Jun
Balas

Ye buk...Aamiin

01 Jun

Ya Allah .kasihan Riri.

01 Jun
Balas

Iya Bunda terima kasih kunjungannya

01 Jun

Keren

01 Jun
Balas

Terima kasih Bunda

01 Jun

Keren

01 Jun
Balas



search

New Post